Namaku
Kundalini. Sebenarnya aku malas menceritakan pengalamanku ini kepada
orang lain. Apalagi aku harus mengetiknya terlebih dahulu. Tapi tidak
apalah, demi pembaca situs 17Tahun.com tercinta ini.
Seperti tadi sudah kunyatakan, namaku Kundalini, cewek 25 tahun, 41 kg,
34B, 27″. Aku tinggal di kota kecil di Jawa Tengah. Setelah
menyelesaikan studiku di perguruan tinggi negeri di Jawa Tengah. Aku
tidak mau terlalu spesifik. Kalaupun ada yang mau menghubungiku, e-mail
saja kepadaku.
Aku termasuk orang yang bisa dibilang maniak dalam hubungan seksual. Aku
pun mampu bertahan lama dalam menghadapi lawan jenisku. Untungnya aku
tergolong pendiam. Sehingga orang tetap mengenalku sebagai Kundalini
yang pendiam dan memang aku minder dan kurang banyak berteman. Selama
ini aku menjalin hubungan dengan temanku yang bernama Prast. Prast tidak
terlalu good looking, namun bisa dikatakan point tujuh, berkulit gelap,
tinggi kurus. Bulu matanya kata teman-temanku indah seperti bulu mata
cewek. Namun ada sesuatu yang lebih dari sekedar tampilan fisik. Setelah
membaca ceritaku, mungkin anda akan paham apa yang dinamakan pria
idaman, bagaimana definisinya. Mungkin ini pulalah yang membuat dia
banyak mempunyai teman wanita, yang terus terang terkadang (meski
jarang) aku agak sedikit cemburu. Menurut ceritanya, dia hanya telah
pacaran dengan beberapa cewek, namun kurasa pasti lebih dari puluhan.
Dengan dia pulalah aku pertama kali mengenal hubungan seks dan ternyata
aku sangat menyukainya. Kami melakukannya hampir setiap malam.
Peristiwa ini berawal 3 tahun yang lalu ketika aku masih kuliah. Waktu
itu aku ke rumah Prast. Seperti biasa kami nonton film di rumahnya.
Kebetulan waktu itu Prast punya film bagus yang judulnya Powder. Kami
rebahan sambil ngobrol. Sementara Prast asyik merokok. Selama ini,
hubunganku hanya sebatas snogging, necking atau petting saja. Tidak
pernah intercourse. Kalaupun ada yang harus disebutkan lagi, paling
heavy petting saja. Namun siang itu terjadi sesuatu yang tidak kami
perkirakan sebelumnya. Entah siapa yang memulai, aku atau Prast. Tapi
kami saling berpagutan. Sementara tangan Prast masuk ke hem yang
kukenakan dan meremas-remas payudaraku.
Satu yang kusukai dari Prast adalah dia selalu membuka bra yang
kukenakan tanpa menggunakan tangan, tetapi menggunakan gigi. Itupun
tanpa perlu melepas baju yang kupakai. Dia biasanya menggigit hook braku
hingga lepas. Aku menyukainya ketika giginya terasa menyentuh
punggungku.
Tangan Prast sekarang tidak lagi cuma bermain di payudaraku, namun sudah
mulai turun membelai pusarku. Bibirnya pun meniup-niup pusarku. Geli
rasanya, namun sangat merangsang. Lidahnya menjilati bulu-bulu yang ada
di atas kemaluanku. Bolak-balik dari pusar ke atas kemaluanku. Aku
paling suka jika Prast melakukan hal ini. Terutama waktu lidahnya menari
menjilati sisi atas, kiri dan kanan dekat kemaluanku. Nikmatnya tidak
terkira. Akupun mulai meremas-remas batang kejantanan Prast. Dia sangat
menyukainya. Tanganku merogoh masuk ke dalam jeans-nya. Tak puas dengan
hanya merogoh, kubuka dan kulepaskan celananya. Celana dalamnya
kelihatan penuh dan ujung kemaluannya nongol dari celana dalamnya. Aku
tertawa kecil melihatnya, kusentuh dengan menggunakan ujung jariku,
Prast menggeliat kegelian dan cekikian. Prast menindihku dan kami
bergumul di atas karpet.
Sejauh ini kami hanya bermain sperti ini. Hanya menggesek-gesekkan
kemaluan kami tanpa melakukan intercourse. Namun siang itu rupanya lain.
Aku meraih celana dalam Prast dan melepasnya, dan Prast pun berbuat
demikian padaku. Celana dalamku lepas sudah, sementara baju masih
kupakai. Prast sendiri pun demikian. Praktis pusar ke bawah, kami bebas.
Kembali Prast menindihku dibarengi dengan ciuman-ciuman yang mesra.
Badanku terasa panas bergelora. Kurasakan badan Prast hangat menindihku.
Batang kemaluan Prast menggesek-gesek di belahan kemaluanku. Prast
mencoba menusukkannya. Aku pun, jujur saja sudah ingin melakukan
persetubuhan, namun aku takut hamil. Tetapi akhirnya Prast membujukku
untuk sedikit menggesekkan kepala kemaluannya ke lubang kewanitaanku.
Aku menurut saja. Kepala kemaluannya terasa hangat menyentuh klitorisku.
Nikmat kurasakan kegelian yang memuncak ketika kepala kemaluan itu
menyentuh lembut bibir kewanitaanku. Kami tidak tahan lagi akan sensasi
yang tercipta oleh gesekan itu.
Tanpa kusadari, gerakan tubuhku rupanya membuat kepala kemaluan Prast
tidak saja menyentuh klitorisku, namun kini telah penetrasi lebih jauh
masuk ke lubang kemaluanku. Aku kaget, berusaha menolak. Namun, dorongan
untuk mencoba lebih jauh akibat kenikmatan itu telah membutakanku.
Kupikir sebentar lagi saja, ah. Tanggung. Aku kaget setengah mati ketika
kutarik kemaluan Prast terlihat darah di kepala kemaluannya. Kupikir
ini pasti darah keperawananku. Aku menangis, menyesal. Kenapa tidak
berhenti waktu kemaluan Prast hanya menyentuh klitorisku. Kembali aku
menangis dan menangis menyesalinya. Prast mencoba meredakan tangisku.
Namun aku tetap merasa tidak tenang. Akhirnya kuputuskan untuk pulang
saja ke kost-ku.
Seminggu setelah kejadian itu, aku berpikir bahwa aku sudah tidak
perawan lagi. Kenapa juga waktu itu aku berhenti sebelum mengalami
kenikmatan. Itu juga tidak akan mengubah keadaan. Menangis pun percuma
karena kenyataan akan tetap sama. Akhirnya waktu malam itu Prast datang,
aku berhubungan badan dengannya. Lagipula aku ingin menikmatinya. Aku
tidak mau membohongi diri sendiri. Kami melakukannya di kursi tamu di
teras kost-ku yang gelap.
Aku memang lebih suka memakai rok dibanding dengan celana kalau berada
di rumah. Karena itulah, mudah saja bagiku untuk bersenggama di teras.
Terlebih lagi, kalau di kost-ku, apalagi kalau sedang kencan dengan
Prast, aku memang jarang memakai celana dalam. Aku lebih senang yang
praktis seperti ini. Meskipun selama ini kami hanya heavy petting saja
atau kubiarkan Prast meraba-raba kemaluanku. Namun malam ini aku
memutuskan untuk melakukannya karena aku pun sudah tidak perawan, kenapa
tidak aku nikmati saja hal ini.
Prast memang ahli dalam foreplay, pandai sekali dia merangsangku sebelum
akhirnya kami bersenggama. Rambutku yang panjang sepinggang
dinaikkannya dan diciuminya punggung leherku. Turun sampai ke hook
bra-ku. Digigitnya pelan dan dilepaskannya dengan mulut. Bagian inilah
yang paling kusuka. Gigitannya terasa sangat mesra di punggungku,
diangkatnya kaosku dan tangannya terasa mesra membelai punggungku. Aku
benci dengan orang yang terburu-buru meremas payudara. Mereka tidak bisa
menghargai keindahan seni bercinta.
Aku duduk di atas Prast. Aku merasakan kemaluannya sudah mendesak
tegang. Kuraihkan tanganku ke belakang dan menyusup masuk ke celananya.
Aku sudah hafal ini. Agak susah memang, namun terasa asyik sekali ketika
ujung jariku menyentuh kepala kemaluannya. Perlahan diangkatnya
tubuhku. Secara reflek akupun mengangkat rokku sedikit. Dalam posisiku
agak sulit untuk melepas kancing celana dan menurunkan ritsluitingnya.
Prast membantuku. Kemaluannya kini tegak tinggi. Pernah aku mencoba
mengukur kemaluan Prast, panjangnya sekitar 27 senti. Entah itu besar
atau hanya sedang-sedang saja. Tetapi indah. Ototnya tampak
menggelembung di keremangan terasku yang terpisah tirai bambu dengan
jalan raya yang ada di atas kost-ku.
Aku segera menurunkan tubuh sembari membimbing kemaluan Prast ke liang
kewanitaanku. Aku turun perlahan, berusaha menikmati segala keindahan
yang tercipta dari fantasi cinta kami. Kurasakan agak sakit ketika
pertama kali kemaluannya menyeruak masuk ke lubang surgaku. Untungnya
kemaluanku sudah basah akibat foreplay yang dilakukannya, sehingga tidak
terlalu perih waktu batang kejantanannya penetrasi masuk ke liang
senggamaku. Uuugh, nikmatnya selangit. Kurasakan tubuhku memanas dan
semakin panas serta melambung tinggi.
Pelan-pelan aku mulai menaik-turunkan tubuhku di atas Prast. Prast pun
berusaha mengimbanginya dengan menusukkan batang kemaluannya dari bawah.
Sodokan Prast terasa menyakitkan, tetapi juga nikmat. Aku mencoba
menurunkan tubuhku secara penuh agar kemaluan Prast masuk semua ke dalam
liang senggamaku, namun Prast bilang itu menyakitkan biji pelirnya.
Kupikir benar juga. Akhirnya aku memintanya untuk menyodokkan
kemaluannya keras-keras dan seluruhnya ke dalam liang kenikmatanku,
karena kupikir dialah yang tahu persis apakah itu menyakitkan bijinya
atau tidak.
Ternyata kenikmatan yang tercipta akibat sodokan itu sangat hebat. Aku
menggeliat-geliat, sementara Prast tetap mencoba menahan tubuhku agar
tidak terlalu banyak bergerak dan jatuh ke tubuhnya. Aku merasakan
seluruh tubuhku bergetar dengan hebat. Gejolak yang kurasa ketika kami
hanya melakukan gesekan kemaluan kalah jauh bila dibandingkan dengan
kenikmatan yang tercipta waktu batang kejantanan Prast penetrasi ke
lubang kemaluanku. Kalau saja aku tahu kenikmatan yang tercipta
sedahsyat ini, pasti aku sudah melakukannya dari dulu-dulu. Lagian apa
sih enaknya mempertahankan keperawanan.
Kurasakan batang kejantanan Prast menyodok-nyodok dengan kasar. Aku
mencoba bergerak memutar, karena gatalnya kemaluanku akibat sodokannya.
Tanpa kusadari, ternyata rotasi tubuhku semakin memperhebat kenikmatan
yang kurasa. Selama kurang lebih 15 menit batang kejantanan Prast serasa
bagai poros yang mengaduk-aduk isi kemaluanku. Prast pun meracau tidak
karuan. Aku semakin menggila akibat kenikmatan itu. Putaranku makin
kupercepat, searah jarum dan berbalik melawan jarum jam berbarengan
dengan gerakan sodokan Prast. Wow, nikmatnya, bung. Anda harus mencoba
hal ini dengan pasangan anda.
Prast memintaku untuk menghentikan sebentar permainan gilaku ini. Aku
berpikir, aku memang baru sekali ini melakukannya, tetapi memang
bercinta hal yang alamiah. Tanpa belajar pun aku rupanya bisa
melakukannya. Sejenak kami terengah-engah dan terperangah oleh permainan
kami sendiri. Aku baru tahu, permainan gaya inilah yang nantinya
dikatakan Prast sebagai gaya anjing (doggy style). Hanya saja kami
melakukannya tidak dengan posisi tubuhku bersandar ke tembok/kursi atau
berdiri empat kaki seperti anjing dan ditusuk dari belakang. Kami
melakukannya dengan dengan cara duduk, yang ternyata nantinya kuketahui
memiliki kenikmatan yang sama namun tidak menyakitkan seperti jika
dilakukan dengan posisi tubuh bersandar ke tembok/kursi atau apapun.
Kami hampir tidak percaya kami bisa bercinta sehebat itu. Prast dan aku
terdiam sejenak, mencoba mengatur nafas dan menenangkan diri akibat
sensasi yang begitu intens dari persenggamaan itu. Kalaupun kami
mengetahuinya, kami hanya menontonnya dari film-film yang memang sering
kami tonton. Namun mengalaminya sendiri adalah satu hal lain yang
benar-benar berbeda. Tidak heran kalau banyak orang yang gemar kawin
kalau memang kenikmatannya seperti ini. Tidak heran pula kalau banyak
kasus seks pranikah, karena memang enak.
Setelah sekitar 5 menit menenangkan diri dan mengatur nafas, Prast
menyuruhku untuk duduk di sampingnya. Kemudian dia menghadap ke arahku
dan menusukkan kembali batang kejantanannya ke kemaluanku. Agak susah
memang, karena teras kost-ku gelap. Kubimbing batang kejantanannya ke
mulut kemaluanku dan secara reflek Prast langsung menusukkan
kemaluannya. Oooh, nikmatnya waktu kurasakan kemaluan Prast menggaruk
dinding dalam lubang kemaluanku. Kini aku berada di bawah, dengan posisi
duduk mengangkang membuka kedua pahaku lebar-lebar. Prast kembali
menusukkan dan menggoyang seperti yang kulakukan waktu aku berada di
atasnya. Hujaman itu terasa menggelitik dinding kemaluanku yang semakin
gatal. Basah makin kurasakan kemaluanku oleh cairanku yang keluar
melumasi bagian dalam.
Aku turut mencoba menggoyangkan pantatku, namun agak sulit, karena aku
di posisi bawah. Akhirnya aku mencoba mengimbanginya dengan menggoyang
ke kiri kanan saja. Tangan Prast yang tadinya bertumpu pada pegangan
kursi panjang kuangkat agar meremas payudaraku. Aku sudah tidak tahan
lagi. Sensasi ini sudah demikian menggila. Pundak Prast kugigit.
Kepalaku terhentak ke kanan dan kiri. Kukibas-kibaskan rambut panjangku.
Tak puas, kujambak rambutku sendiri akibat kenikmatan yang kurasa.
Sudah setengah jam lebih kami bersetubuh, namun belum tampak tanda-tanda
Prast akan mengakhirinya. Sementara aku sudah gilanya menikmati setiap
tusukan batang kejantanannya yang disertai goyangan memutar. Kurasakan
bagai tombak yang menghujam. Mengaduk-aduk seluruh syaraf nikmat yang
ada dalam kemaluanku. Kalau tidak takut ketahuan oleh teman sekost,
mungkin aku sudah berteriak-teriak, mengekspresikan segala kenikmatan
yang kurasa.
Tidak tahan lagi aku mencapai puncak setelah sekitar 45 menit
bersenggama. Entahlah, apakah itu tergolong lama atau tidak, namun
kenikmatan yang kurasa tak mampu kutahan lagi. Dahsyat sekali waktu aku
mencapai orgasme senggama pertamaku ini (kalau orgasme akibat gesekan
saja sih aku sudah sering mengalaminya, itu pun setelah satu jam atau
lebih). Basah kurasakan sampai pahaku, mungkin akibat cairanku yang
meluap-luap. Aku menjambak rambutku sendiri. Kedua pahaku kurapatkan,
kakiku mencengkeram pinggangnya dan menariknya, memaksanya untuk
memasukkan batang kejantanannya secara penuh ke liang senggamaku. Nikmat
sekali mencapai orgasme. Prast berbisik lembut agar aku menahan dan
tetap bercinta. Anggukanku dibalasnya dengan tusukan tajam yang makin
cepat. Kubiarkan saja dia mengobrak-abrik dinding kemaluanku. Pasrah,
namun tetap berusaha mengimbangi dan menikmati sembari berharap semoga
dia tidak langsung keluar.
Benar saja, baru setelah dua puluh menit aku orgasme, Prast baru
mencapai orgasmenya. Dia meracau tidak karuan dan menggenggam pundakku
kencang-kencang. Sakit, tapi kucoba menahannya dengan mengatupkan gigiku
karena aku tahu Prast memerlukannya. Segera dicabutnya batang
kemaluannya dari kemaluanku dan langsung dikocoknya di depanku.
Spermanya muncrat dan ditumpahkannya ke payudaraku. Ada sebagian yang
mengenai wajahku dan tembok di belakangku. Oooh, nikmatnya, waktu
kurasakan hangat spermanya menyentuh kulit payudara dan wajahku.
Langsung kuusap. Aku tidak mau begitu saja melewatkan kehangatan
spermanya di atas puting payudaraku. Diciuminya aku, kubalas dengan
pagutan mesra. Nikmat dan mesra sekali kami malam itu. Meskipun pemula,
kini aku tahu teknik untuk menghindari kehamilan dengan mengeluarkan
batang kejantanannya dari liang kewanitaanku dan mengocoknya untuk
membantu Prast orgasme.
Pengalaman pertama bersenggama inilah yang mungkin akhirnya
mempengaruhiku menjadi cewek yang bisa dikatakan gila seks. Bayangkan,
kami melakukan ini dua sampai tiga kali setiap malam (kecuali kalau aku
sedang menstruasi, tentunya) dengan berbagai gaya yang berbeda. Prast
memang pandai dalam membuatku jadi pecinta yang gila, dan yang aku
herankan, aku yang pendiam ini terbawa permainannya. Lebih-lebih lagi,
kata Prast, dia kadang-kadang sampai heran dan kewalahan mengatasi
kemampuanku bertahan dalam bermain seks selama lebih dari satu atau dua
jam.
Pernah pada suatu hari, ketika itu kami sedang KKN di desa yang memang
terpencil, kebetulan kami ditempatkan di desa yang sama, kami minta ijin
untuk pulang ke kota, perguruan tinggi kami untuk mengurus proposal
dana KKN. Kost-ku sepi karena KKN di universitasku memang dilaksanakan
setiap musim liburan, akhirnya Prast memutuskan untuk menginap di
tempatku. Kami bercinta seharian, baik di kamarku, ruang tamu, dapur
ataupun kamar mandi. Selama tiga hari kami nikmati kebebasan itu dengan
bercinta. Berbagai gaya kami coba karena gairah yang kami pendam hampir
sebulan lebih di desa KKN tidak mampu melakukan percintaan.
Siang itu sebelum kami kembali ke desa KKN, kami bercinta sampai
menjelang petang. Prast dan aku rebahan di ruang tamu sambil nonton TV.
Namun berakhir dengan bergumul, saling mencium. Rangsangan yang
dilakukannya sangatlah efektif. Kami yang waktu itu baru saja selesai
mandi setelah bercinta, kini mulai terlibat foreplay lagi, yang
tampaknya akan disusul dengan percintaan. Satu yang kucinta dari cowok
ini adalah kepandaiannya melambungkan emosiku naik turun. Kadang dia
bergerak cepat tanpa menghilangkan kemesraan, lalu menurunkan temponya
begitu saja seolah tidak niat bercinta dan menungguku untuk aktif
memulai percintaan.
Begitu juga siang itu, setelah merangsangku habis-habisan, tiba-tiba dia
berhenti diam mematung. Aku yang sadar akan hal itu segera bertindak
aktif sebelum suasana menjadi dingin. Aku harus menciumnya dan melepas
celananya tanpa menggunakan tangan. Fantasi kami memang cukup liar,
kugigit lepas kancing bajunya satu persatu, kuciumi seluruh dada dan
perutnya. Lidahku menari menyusuri sampai ke pusar dan kususul dengan
kancing celananya. Agak sulit memang, karena tanganku kubiarkan saja
diremas oleh Prast. Setelah kancing celana lepas, barulah celana itu
kulepaskan dan baju Prast kulepas.
Prast menyuruhku untuk mengambil bantal dari kamarku. Aku heran, gaya
apa lagi yang akan kami lakukan, namun kuturuti saja. Aku disuruhnya
untuk rebah dan ternyata bantal itu ia pakai untuk mengganjal pantatku.
Akibatnya, kemaluanku kurasakan mengembang dan terbuka lebar. Aku heran,
tahu darimana dia tentang hal ini. Perlahan, diciuminya pusar dan
daerah sekitar kiri dan kanan kemaluanku. Rasanya sungguh menggelitik.
Aku gemas dan meraih kepalanya lalu mengarahkannya ke liang senggamaku.
Setelah puas menciumi lalu dia mulai menjilati bagian dalam kemaluanku.
Dia menyuruhku untuk tidak memakai tanganku. Uuugh, rasanya ingin
rasanya aku menempeleng dia akibat siksaan kenikmatan yang amat sangat.
Aku tidak mampu berbuat apa-apa. Tanganku hanya mampu mengepal dan
mengejang di samping tubuhku, sementara dia dengan bebasnya menjilati
klitorisku dan bibir kewanitaanku yang terbuka lebar. Dia tiup lubang
senggamaku dengan mesranya, dingin. Kembali aku terbuai, karena
tiupannya disusulnya dengan gigitan pada bibir kemaluanku yang kurasakan
makin gatal dan panas.
Akhirnya saat yang kunanti tiba juga. Dia mulai bangkit dan dengan
mudahnya memasukkan batang kejantanannya ke lubang senggamaku yang
terbuka lebar menganga. Tanganku mengangkat ke atas sementara Prast
bertumpu pada kedua tanganku. Teriknya siang itu jadi bertambah panas
dengan percintaan kami berdua. Kami terdiam beberapa saat lamanya tepat
setelah Prast melakukan penetrasi. Aku hapal dia, Prast sedang berusaha
menikmati kehangatan bagian dalam kemaluanku. Memang, waktu kami
berhenti dan diam, aku bisa merasakan denyutan batang kejantanan Prast
dalam lubang senggamaku. Sementara lubangku pun juga berdenyut-denyut
memijit batang kemaluannya. Keadaan diam itu justru menambah kenikmatan.
Prast memang pandai dalam bercinta. Dia pulalah yang mengajariku cara
untuk menggerakkan otot kemaluanku, terutama bibir dan dinding
kemaluanku, sehingga aku bisa memijit batangannya tanpa harus melakukan
gerakan apapun. Inilah yang kami lakukan siang itu. Mencoba menikmati
dalam keadaan diam dengan merasakan denyutan batang kemaluan Prast dan
pijitan liang senggamaku.
Setelah beberapa lama, Prast akhirnya bergerak juga naik turun
menusukkan batangannya ke lubang senggamaku. Aku secara naluriah
mengimbanginya dengan menggoyangkan pantatku. Ternyata bantal yang di
taruhnya di pantatku sangat menolong. Biasanya agak susah untuk
mengoyangkan pantatku akibat tekanan Prast, namun kali ini gampang saja,
karena relatif lebih licin. Hampir lebih dari satu jam kami
melakukannya sebelum akhirnya Prast mengangkatku untuk berganti gaya.
Tanpa melepas senjatanya dari liang kemaluanku, Prast mengangkat tubuhku
yang relatif kecil (beratku 41 kg). Agak susah memang, tapi dia memang
pintar. Waktu dia mencoba mengangkat tubuhku, otomatis aku memeluknya
erat dan ini membuat batang kemaluannya tenggelam lebih dalam ke lubang
senggamaku. Sementara itu, waktu tubuhnya telah tegak dan aku
menggelayut memeluk lehernya, tangannya mengangkat pahaku agar burungnya
tidak lepas dari sarangku. Betisku (sebenarnya tungkai) kulingkarkan ke
lehernya untuk membantu dia agar aku tidak terjatuh. Dan waktu dia
mencoba memperbaiki posisi berdirinya sembari memanggulku, inilah yang
kurasakan sangat intens. Batang kejantanannya dengan kasar menyodok
kelaminku karena memang tidak ada kontrol waktu tubuhku diangkatnya agar
posisi kami lebih baik. Lalu dengan kasarnya tubuhku
dilambung-lambungkan pelan. Hujaman batang kemaluannya kurasakan sangat
menyiksaku. Tetapi justru tusukan yang terasa kasar, dalam dan tidak
terkontrol ini malah menambah intens ketegangan kemaluan kami berdua.
Tetap dalam posisi yang sama, disandarkannya punggungku ke tembok. Waktu
dia berjalan ke tembok, karena aku masih menggantung dan kemaluannya
masih tetap tertancap di lubang senggamaku, maka sangat terasa hentakan
ketika Prast melangkah dan ini membuatku makin gila. Setelah bersandar
barulah aku agak tenang. Kami mencoba berhenti sebentar untuk menikmati
momen ini. Kurasakan batang kemaluan Prast berdenyut naik turun meskipun
dia dalam posisi diam. Sementara kurasakan lendirku turun melumasi
batang kejantanan Prast. Kemaluanku pun terasa berdenyut-denyut.
Kulihat Prast merem melek menikmati remasan lubang senggamaku atas
batang kejantanannya. Lembut aku diciumnya. Karena sulit untuk
mendapatkan kenikmatan waktu bersandar di tembok, aku meminta Prast agar
menggendongku keliling ruang tamu. Sebenarnya ini hanya alasanku saja,
karena aku telah dibutakan oleh sensasi kenikmatan kasarnya sodokan
senjatanya yang tadi kurasakan waktu dia memanggulku. Prast mengiyakan
dan langsung mengangkat kembali tubuhku dengan memperbaiki sanggaan atas
pahaku dan membawaku berjalan keliling ruang tamu. Pelan saja, pintaku,
yang dijawabnya dengan anggukan. Wajahnya tenggelam diantara kedua
belah payudaraku yang tidak terlalu besar (dada 34B, lingkar pinggang
27″).
Aduh, nikmatnya merasakan tusukan kasar dalam gerakan jalan lambat
seperti ini, batinku. Makin lama, kurasakan jalan Prast bertambah cepat
dan hentakan yang terasa makin kuat. Tempo permainan itupun makin cepat.
Tanganku makin erat melingkari lehernya. Aku tidak mau jatuh. Sedangkan
aku juga tidak mau begitu saja Prast menanggung berat badanku dengan
kedua lengannya. Hentakan batangannya makin lama makin hebat. Aku
mengerang. Kutancapkan kukuku di punggungnya. Aku hampir orgasme. Inikah
kenikmatan cinta?
Setelah mengelilingi ruang tamu empat kali aku akhirnya mencapai orgasme
yang sangat nikmat. Direbahkannya aku di meja dapur dan dibiarkannya
aku menikmati puncak kenikmatan itu. Tusukannya dipercepat di atas meja
itu. Kakiku yang sekarang terangkat di pundaknya, mengejang. Sementara
tanganku berpegangan erat pada kedua sisi meja dan tangan Prast bertumpu
pada pundakku. Tiba-tiba dicabutnya batang kemaluannya dari lubang
surgaku dan dikocoknya di hadapanku. Rupanya ia pun hampir mencapai
orgasme. Tak lama kemudian, dimuncratkannya spermanya ke pusarku. Ada
sekitar tujuh kali semburan dahsyat disertai beberapa kali muncratan
sisa spermanya. Bahkan wajahku pun bersimbah sperma yang tidak sengaja
muncrat, bercampur dengan keringat akibat teriknya matahari siang itu
dan senggama kami. Puas rasanya siang itu.
Satu hal lagi yang kusukai dari Prast adalah kekuatannya bersenggama.
Meskipun telah beberapa kali bersenggama dan memuntahkan spermanya, ia
masih kuat untuk melakukannya lagi ketika kami mandi berdua siang itu.
Butuh waktu dua jam bagi kami untuk mandi dan bersenggama lagi setelah
lebih dari satu jam bersenggama sebelumnya siang itu. Kami mandi di dua
kamar mandi yang berseberangan tanpa menutup pintu sebelum akhirnya
memutuskan untuk mandi bersama dan bersetubuh lagi di kamar mandi.
Pernah suatu kali kami mencoba main dengan gaya kasar. Kata Prast ini
adalah “bondage” atau penyiksaan. Beberapa kali aku pernah melihatnya
waktu kami nonton film blue jepang. Apa salahnya ini kami praktekkan
pula.
Waktu itu dua hari setelah ulang tahunku ke duapuluh tiga di bulan
september. Mahasiswa baru biasanya masuk sekitar bulan agustus.
Sementara mahasiswa lama baru mulai kuliah sekitar awal september.
Itupun masih banyak yang bolos hingga akhir september, bahkan lebih.
Kost-ku memang masih sepi, karena mayoritas isinya mahasiswa senior.
Sebenarnya bisa saja kami bercinta di rumah Prast, karena ia memang
tinggal sendirian. Tetapi kami lebih suka melakukannya di kost-ku.
Malam itu, hari rabu sekitar jam delapan lebih (karena layar emas di TV
swasta sudah mulai), kami bercinta. Kali ini tanpa foreplay, Prast
menyuruhku untuk mengambil sabuk. Aku turuti dan kuambil sabuk kimonoku.
Ternyata sabuk kain itu dia gunakan untuk mengikat tanganku.
Direbahkannya aku di tempat tidurku. Tanganku menghadap ke atas.
Diciuminya aku dengan kasar. Seperti yang telah kukatakan, kami berdua
memiliki fantasi seksual yang liar. Meskipun aku pendiam, namun urusan
seks aku sangat berpikiran progresif. Kalau ada sesuatu yang baru,
kenapa tidak dicoba untuk sekedar menyegarkan suasana.
Prast masih duduk di atas tubuhku, ketika tiba-tiba dirobeknya bajuku
dengan kasar. Aku menyukai gayanya. BH-ku pun direnggutnya. Padahal
biasanya dia menggigit hook BH-ku sampai lepas. Kali ini sangat berbeda.
Setelah itu, giliran rokku yang ditariknya ke bawah hingga kancingnya
pun lepas. Seperti telah kukatakan, aku lebih senang memakai rok tanpa
celana dalam. Kini aku telah telanjang bulat di hadapannya.
Dia lalu berdiri dan melepas kaos serta celananya satu persatu hingga
polos. Kulihat batang kemaluannya mengacung tinggi di atasku. Oooh,
indahnya. Dia turun dari kasur dan tubuhku diseretnya hingga kakiku
berjuntai di pinggir tempat tidur. Posisi pantatku yang berada di bibir
tempat tidur membuat kemaluanku merekah lebar. Sementara tanganku masih
terikat ke atas. Dengan kasarnya dipukulkannya batang kemaluannya ke
liang kewanitaanku. Sakit sekali rasanya, tapi aku telah terbuai oleh
kenikmatan yang akan kunikmati.
Pelan-pelan dia naik ke ranjang dan ditamparkannya kembali batang
kemaluannya ke pipi kanan dan kiriku berulang-ulang. Turun dari
ranjangku, diambilnya ikat pinggangnya yang kubelikan untuk hadiah ulang
tahunnya. Ujung ikat pinggang yang terbuat dari logam itu dipukulkannya
ke perut dan kemaluanku. Nikmat sekali rasanya meskipun sakit. Aku
mengaduh kesakitan, namun memintanya untuk terus menyakitiku. Tiba-tiba
dimasukkanya dua jarinya ke dalam lubang kewanitaanku dan
dihujam-hujamkannya dengan kasar. Sementara tangan kanannya digunakannya
untuk menjambak rambutku. Kini posisiku seperti udang goreng,
melengkung. Satu karena jambakan Prast, dan yang satu lagi karena
hunjaman jarinya atas liang senggamaku.
Tidak puas dengan dua jari, kini tiga jarinya dimasukkan ke lubang
senggamaku. Jari telunjuk dan manis masuk ke lubang, sementara jari
tengahnya menggosok-gosok klitorisku, terasa geli setengah mati. Nikmat
bercampur geli, namun aku tidak bisa berbuat-apa-apa karena terikat.
Tanganku yang terikat tidak memungkinkan aku bergerak bebas. Kakiku
menendang ke sana ke mari. Tiba-tiba Prast menghentikan hujamannya.
Diambilnya sabuk yang tadi dipergunakannya untuk mencambukku. Diikatnya
kakiku dengan sabuk itu. Satu ke kaki tempat tidur kiri dan kaki kananku
diikatnya dengan tali tasnya ke kaki kanan ranjangku. Kini aku
tergeletak mengangkang, terikat, telanjang dan tidak berdaya bagaikan
wanita jepang dalam film blue.
Prast kulihat kembali mendekati diriku dan menciumi liang kewanitaanku
yang terbuka lebar. Diambilnya bantal dan diganjalkannya ke bawah
pantatku. Waktu diganjalkannya bantal itu, karena kakiku terikat,
otomatis ikut tertarik dan pergelangan kakiku terasa sakit sekali.
Kembali ia naik ranjangku dan disodorkannya batang kemaluannya ke
wajahku. Posisinya yang berada di atas tubuhku persis tidak
memungkinkanku untuk menghindar. Aku tahu, aku harus mengulumnya seperti
layaknya permen saja. Dulu waktu pertama kali aku harus mengulum batang
kemaluan Prast, terus terang aku merasa jijik. Tetapi Prast memang
mungkin telah mempersiapkan segalanya. Biasanya sebelum memintaku
mengulum batang kemaluannya, dia ke kamar mandi dulu untuk mencuci
barangnya hingga bersih. Sehingga waktu aku pertama kali mengulumnya
tidak terlalu merasa jijik.
Kinipun aku akan melakukannya lagi. Segera kujulurkan lidahku untuk
menjilatinya. Aku merasa bagaikan anjing yang memohon pada tuannya untuk
diberi makan. Aku jilati ujung batang kemaluannya. Prast merem melek
kegelian karena nikmat. Ditariknya lagi batang kemaluannya dan
dipukulkannya ke pipi dan mataku berulang kali. Aku mengaduh kesakitan,
namun itu tidak akan menghentikannya, karena dia tahu aku menyukai dan
menikmati rasa sakit yang kualami. Kusodorkan mulutku untuk mengulumnya,
namun Prast kembali menyiksaku dengan jalan menaikkan posisi tubuhnya
sehingga aku harus berusaha keras untuk dapat menggapai ujung batang
kemaluannya. Tubuhku harus meregang, yang tentu saja kembali menyakitkan
pergelangan kakiku meskipun kedua tanganku terikat bebas tidak
ditalikan di kedua kepala ranjang.
Tiba-tiba saat tubuhku meregang ke atas mencoba menggapai batang
kemaluannya, Prast menurunkan tubuhnya, sehingga tak ayal lagi seluruh
batang kemaluannya yang sepanjang 27 cm masuk memenuhi seluruh rongga
mulutku dan menyentuh anak tekakku. Hampir aku muntah dibuatnya.
Bagaimana tidak, kemaluannya yang kupikir cukup panjang itu masuk sampai
ke tenggorokanku. Aku sampai tersedak dibuatnya. Segera kukatupkan
bibirku ke dalam gigiku sehingga tidak akan melukai batang kemaluannya.
Aku tahu ini karena pernah Prast marah karena gigiku menggores batang
kemaluannya. Aku segera membasahi batang kemaluannya dengan ludahku,
lalu kukulum keluar masuk dengan sangat tersiksa karena kakiku sakit
terikat. Prast tidak tinggal diam, tubuhnya maju mundur (naik turun)
memasukkan seluruh batang kemaluannya ke dalam mulutku. “Emppffh!” Aku
tersentak-sentak karena tenggorokanku terisi penuh oleh kemaluannya.
Dia tidak berhenti begitu saja. Tangannya terulur ke belakang dan ujung
putingku ditariknya keras-keras. Akibatnya akupun secara reflek dengan
bibir terkatup ke gigi menggigit kemaluannya. Mungkin inilah yang
menyebabkan dia merasa begitu menikmati permainan ini. Kusedot
keras-keras batang kemaluannya, seiring dengan mengerasnya putingku
ditarik. Dicubitinya putingku agar hisapanku tambah kencang. Aku tahu
apa yang dia sukai dan dia tahu apa yang kubutuhkan. Kenikmatan kasar.
Setelah beberapa lama dicabutnya batang kemaluannya dari mulutku dan
kini aku mulai menjilati buah pelirnya. Aku sruput buah pelir yang
berbulu tipis itu. Pernah satu kali Prast menamparku karena aku
menyedotnya terlalu kencang. Kini, kuberanikan lagi untuk menyedotnya
kencang-kencang agar dia menamparku dan aku terpuaskan. Namun reaksinya
berbeda. Bukan tamparan yang kuterima, tetapi tangannya meraih jauh ke
liang kewanitaanku dan menepuknya keras-keras. Aku mengaduh kenikmatan.
Sekarang dia berdiri di atasku. Kulihat kemaluannya naik turun pertanda
nafsu yang memburu tidak karuan. Nafasku pun tersengal-sengal karena
ingin mendapatkan kenikmatan yang lebih dari sekedar mengulum batang
kemaluan. Aku tertawa terkikik. Prast tersenyum, paham maksudku. Dia
turun dari ranjang dan kembali memukulkan batang kemaluannya ke
kemaluanku. Batang kemaluannya yang basah oleh ludahku dengan mudah
menerobos liang kewanitaanku. Dihujamkannya dengan keras sehingga
tubuhku terangkat naik ke atas ranjangku. Kembali kakiku terasa sakit
karena tertarik oleh hentakannya itu. Jempolnya tidak diam, namun turut
menekan dan memainkan klitorisku.
Aku semakin gila dan kepalaku terayun-ayun ke sana ke mari. Kenikmatan
yang kurasa tak tertahankan lagi. Aku jebol dan mencapai orgasme yang
teramat sangat tinggi. Baru kali ini aku merasa nikmat dan sakit dalam
waktu yang bersamaan setelah lebih dari setengah jam bercinta, itupun
itu tidak hanya satu kali saja. Karena Prast tidak menghentikan
permainannya meskipun dia tahu aku sudah orgasme. Dia belum, itu yang
dia pikirkan. Mau tidak mau aku harus tetap melayaninya. Hujaman demi
hujaman yang disertai tekanan atas klitorisku kembali merangsangku dan
membuat aku mampu mengimbangi permainannya.
Alat kelamin Prast tetap tegar menusuk lubangku dengan kasarnya.
Berulang-ulang kulihat Prast membasahi jarinya dengan ludahnya dan
menggunakannya untuk melumasi klitorisku. nikmatnya kurasa sampai ke
ubun-ubun. Liang kewanitaanku kembali berlendir setelah agak kering
karena orgasme telah lewat. Perih yang kurasakan kini hilang kembali
berganti kenikmatan tusukan Prast yang disertai goyangan memutar. Batang
kemaluannya kurasakan bagai bor tumpul yang mendera dinding kelaminku.
Ujung batang kemaluannya terasa menyodok-nyodok dinding rahimku. (Kalau
batang kemaluan anda cukup panjang, pasti inilah yang akan dirasakan
oleh pasangan anda).
Tangan kanan Prast kembali beraksi. Kini dengan memukuli pantatku yang
terganjal bantal. Sakit tapi nikmatnya terasa sekali, sementara jempol
dan jarinya bergantian memainkan klitorisku dan batang kemaluannya
menyodok liang kewanitaanku. Semakin sakit aku merasa semakin nikmat.
Namun kami bukan pasangan masochis. Kami hanya sekedar bereksperimen
dengan gaya bercinta. Aku kembali mengejang karena orgasme, sementara
Prast kulihat masih tegar dan menikmati permainan ini. Dua kali sudah
aku orgasme. Mungkin inilah yang disebut sebagai multi orgasme. Bahagia
sekali rasanya memiliki pasangan yang mampu memuaskan nafsuku.
Prast pun sangat menyukai hal ini. Aku yang dianggap sebagai gadis desa
pendiam dan rendah diri oleh teman-teman sekelasku di kampus sebenarnya
adalah maniak seks. Sementara orang melihat Prast sebagai pemuda yang
kekanak-kanakan karena kesenangannya akan kartun dan video game. Tidak
seorang pun yang menyadari bahwa sebenarnya kami adalah pasangan yang
sangat panas dalam bercinta.
Hampir dua jam sudah Prast meyetubuhiku dan belum tampak tanda-tanda dia
akan orgasme juga. Kekuatan dan gaya bermain seksnya yang mungkin
menjadikan aku makin cinta kepadanya. Kuturuti kemauannya untuk terus
bersenggama sampai kapan pun.
Dua puluh menit kemudian barulah Prast mulai tampak goyah. Pertahanannya
tampaknya akan segera jebol. Aku mulai memompa semangat berusaha
memuaskannya. Tetapi apa yang terjadi justru sebaliknya, dia bertambah
kencang dan aku bertambah lemah. Tidak, aku tidak boleh kalah, pikirku.
Akhirnya aku kembali mengalami orgasme, mengejang keras, menggeretakkan
gigi-gigiku karena tangan dan kakiku terikat. Baru lima menit sesudahnya
Prast mencabut batang kemaluannya dan bergegas naik ke atas tubuhku dan
menjepitkannya di antara kedua belah payudaraku yang ditekannya dengan
tangannya sehingga mampu memberi kenikmatan laksana dinding liang
kewanitaan. Digesekkannya maju mundur sampai akhirnya spermanya
dimuntahkannya di atas payudaraku dan dimintanya aku mengulumnya setelah
bersih tidak ada lagi sisa sperma yang menyembur.
Perlahan kurasakan batang kemaluannya mengecil dalam mulutku sehingga
dapat kukulum penuh dalam mulutku beserta buah pelirnya. Kami tersenyum
puas tepat jam sebelas. Berarti kami bercinta kurang lebih selama tiga
jam. Entahlah itu tergolong lama atau tidak, yang penting aku terpuaskan
sampai tiga kali dan untungnya aku juga bisa memuaskan Prast meskipun
setelah itu kurasakan pergelangan kakiku terasa nyeri akibat ikatan yang
terlalu kencang. Malam itu Prast akhirnya menginap di tempatku.
Setelah membersihkan badan, kami rebahan di kasur lipat tipis milik
temanku sambil nonton berita menjelang tengah malam salah satu TV
swasta. Tubuh kami masih terbalut handuk saja. Namun karena agak dingin,
aku mengambil selimut di kamar dan berpelukan agar lebih hangat. Handuk
kami lempar ke tempat pakaian kotorku. Kami terbiasa tidur telanjang
berdua di rumah Prast. Di bawah selimut, kami berdua berpelukan,
telanjang, sembari nonton TV. Segar sekali rasanya mandi setelah
bercinta. Pikiranku jadi lebih tenang dan lebih jernih. Entah karena apa
aku tak tahu.
Kira-kira jam setengah dua dini hari, saat program TV sudah habis, Prast
membopongku ke kamar. Aku kecapaian setengah mati setelah tiga kali
orgasme malam itu. Prast selalu memilih sisi kanan ranjang. Itu tidak
masalah, karena aku bisa tidur di sisi manapun. Namun ternyata, aku
tidak dapat tidur pulas karena Prast selalu menggangguku dengan
rabaan-rabaan nakal di pusarku dan bagian atas kemaluanku yang terasa
sangat menggelitik. Aku balas dengan mencoba meraba batang kemaluannya,
tetapi, astaga, ternyata batang kemaluannya sudah tegang mengacung dan
aku tertawa ngakak karena selimut kami jadi mirip tenda pramuka.
Digesek-gesekkannya batang kemaluannya ke perutku. Aku yang tadinya
kegelian kini jadi terangsang.
Tawaku berubah jadi sensasi aneh yang menjalari seluruh tubuhku. Akupun
mulai bereaksi dengan mencari tangan Prast dan membimbing tangannya
untuk meraba dan meremas payudaraku. Aku memang terkadang gampang panas.
Mungkin ini pulalah yang disukai Prast dariku. Sementara tangannya
meremas payudaraku, tanganku bergerak ke bawah, mencoba menggapai batang
kemaluannya. Aku selalu menikmati momen-momen seperti ini. Kugenggam
batang kemaluan Prast, kurasakan kehangatannya di telapakku dan
kupejamkan mataku menikmati segenap sensasi yang muncul. Rasa hangat
yang aneh, yang disertai berdirinya buluku seiring dengan sentuhan kulit
tubuh telanjang kami berdua di bawah selimut.
Tiba-tiba Prast beranjak turun dari ranjangku dan bergegas ke ruang
tamu. Aku heran, kenapa dia berbuat begitu. Ternyata dia mengambil
toples yang berisi kripik singkong. Aku memang suka menyimpan keripik
singkong yang jadi kesukaannya. Apa lagi yang hendak dilakukannya. Gaya
bercinta yang selalu baru membuat aku terheran-heran atas fantasinya.
Sekarang apa lagi yang akan terjadi, aku hanya bisa menebak-nebak.
Diangkatnya selimut yang menutupi tubuhku, lalu ditariknya kakiku
sehingga badanku terseret agak ke pinggir ranjang. Diremasnya keripik
singkong itu kecil-kecil dan ditaburkannya di sekujur badanku. Kini aku
sudah mulai bisa menebak jalan pikirannya. Setelah rata ditaburkannya
keripik singkong itu di atas badanku, perlahan dia naik ke atas ranjang
dan rebah di sampingku. Posisi tubuhnya miring sehingga memungkinkannya
bersentuhan langsung dengan kulitku. Dia mulai dengan mencoba menjilati
seluruh kripik yang ditaburkannya ke sekujur badanku.
Kini aku dihinggapi sensasi aneh ketika ujung kripik singkong yang kasar
tersebut meyentuh kulitku sewaktu akan dimakan Prast. Campuran antara
kasarnya ujung singkong dan lembutnya ujung lidah Prast menciptakan
fantasi yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Ini sangat berbeda
dengan rabaan atau ciuman mesra bibir Prast yang biasanya menghujani
punggung dan dadaku. Tanganku memelintir puting payudaraku sendiri
keenakan. Kutarik kencang-kencang agar rasa gatal akibat gesekan ujung
kasar keripik itu kalah. Tetapi hal ini tidak terlau banyak menolong.
Aku makin panas dan bertambah horny.
Kubiarkan lidahnya menari-nari di atas tubuhku, menjilati bersih semua
kripik singkong yang ia taburkan. Sementara aku mencoba menikmati
segenap sensasi yang timbul dengan berdiam diri. Semakin aku berusaha
menekan, semakin tersiksa aku, namun kenikmatan yang kudapat akibat
siksaan itulah yang membuatku tetap bertahan untuk mencapai titik akhir
yang paling nikmat. Terdengar gila memang, cewek seperti aku yang
pendiam ternyata memiliki fantasi seksual yang aneh. Mungkin ini pula
yang membuatku melayani Prast untuk main kasar tanpa harus menjadi
seorang sadomasochis. Prast lah yang mengajari semua yang aku tahu,
termasuk semua istilah seksual yang tadinya adalah tabu bagiku. Karena
Prast pulalah, fantasi seksualku makin menggila. Tampaknya aku memang
berpotensi untuk memiliki fantasi seksual yang agak sakit.
Tak perlu kukatakan betapa nikmatnya waktu lidahnya berputar-putar di
sekeliling putingku karena aku yakin pasti anda sudah tahu. Namun waktu
lidahnya mulai menjilati pusarku, inilah bagian yang paling kusukai. Aku
justru merasa sangat terangsang ketika jemari atau lidah Prast membelai
bagian antara pusar dan lubang kelaminku. Tanpa dimintapun, Prast sudah
tahu dan sedikit berlama-lama ketika mencapai bagian ini. Pria satu ini
memang penuh pengertian dan jagoan bercinta.
Setelah puas dengan sedikit foreplay, Prast berbisik lembut kepadaku
untuk mengambil agar agak memiringkan badanku. Pasti ada posisi baru,
bathinku. Aku turuti kemauannya, kumiringkan badanku ke kiri. Prast
segera mengambil posisi di dekat selangkanganku dan menelentangkan
badannya. Selangkangan kami bertemu. Aku mulai paham, poros bertemu
poros. Kaki kanan Prast di dadaku, sedangkan yang kiri di punggungku.
Begitu pula dengan kakiku yang ada di dada dan di bawah punggungnya yang
sengaja diangkatnya sedikit. Perlahan Prast menusukkan batang
kemaluannya ke lubang kewanitaanku.
Nafasku tertahan waktu Prast memintaku untuk beringsut mendekat. Seiring
aku mendekat, batang kemaluannya makin terbenam ke lubang senggamaku
dan gerakanku menciptakan sensasi aneh. Mungkin ini terjadi karena
batang kemaluan Prast secara tidak beraturan membentur dinding liang
kewanitaanku. Posisi gunting seperti ini sungguh memberi kami kenikmatan
yang teramat sangat. Ini kurasakan karena dengan posisi begini, batang
kemaluan Prast bisa masuk seluruhnya ke dalam liang kewanitaanku. Bahkan
kurasakan tulang kemaluannya keras membentur dinding luar lubang liang
kewanitaanku.
Untuk memudahkan gerakannya, Prast sedikit mengangkat tubuhnya dengan
jalan bertumpu pada tangannya. Posenya seperti orang senam kuda-kuda
pelana. Kakinya sedikit menekuk tepat di depan perutku. Dengan cara
seperti ini, tubuhnya bisa bergerak seperti naik turun, tapi dalam
kondisi miring. Dia memulainya dengan gerakan perlahan, namun secara
pasti makin bertambah cepat. Tubuhku terhentak-hentak tidak karuan
karena sodokannya dari bawah tersebut. Aku berusaha untuk turut
bergerak, namun terasa agak sulit, dan terlebih lagi Prast memintaku
untuk menikmati saja setiap tusukannya. Aku tidak tahan, lagi. Ayo
kundalini, tahan orgasmemu sebentar lagi, bisikku dalam hati. Terus
terang sangat sulit bagiku untuk tidak langsung orgasme dengan posisi
senggama seperti ini.
Aku berusaha menahan orgasme dengan menekan kenikmatan yang kurasakan.
Secara psikologis aku memang agak tertekan kalau begini. Aku tahan
semampuku, namun jebol juga pertahananku. Aku tidak kuat lagi untuk
menahan segenap cairan yang sudah meluap-luap di dalam kemaluanku. Aku
rengkuh betis Prast dan kutarik sekuatnya agar batang kemaluannya
terbenan seluruhnya ketika aku orgasme. Kutahan beberapa waktu dan Prast
menurut saja. Kupikir dia tahu aku mencapai puncakku. Kurasakan hangat
dan nikmat. Aku pasrah saja dan membiarkan Prast melanjutkan permainan
kami. Lagian aku juga menikmati setiap tusukan Prast ketika kami
bersenggama.
Tak lama kemudian kulihat lutut Prast sedikit bergetar. Pasti dia sudah
hampir memuncak, pikirku. Dan benar saja. Gerakan Prast cepat dan
bertambah cepat serta tidak teratur. Kini dia tidak saja menghujamkan
batang kemaluannya, namun juga menggoyangkannya. Mau tidak mau aku yang
tadinya pasrah menikmati, akhirnya jadi tambah tinggi juga karena
tusukan yang disertai goyangan ini. “Ehhg..”, jeritku tertahan. Aku
mencoba menahan diri ketika kurasakan Prast mencabut batang kemaluannya
dan duduk mendekatiku. Secara refleks, langsung kukocok batang
kemaluannya, sementara tangan Prast meraih liang kewanitaanku dan
memainkan klitorisku dengan jari tengahnya (mungkin karena hal ini tanda
jari tengah dianggap “saru”). Dengan gemasnya jari Prast menekan-nekan
klitorisku, dan ini membuatku makin terangsang.
Segera saja kumasukkan sebagian batang kemaluannya ke mulutku dan aku
oral dia, keluar masuk mulutku sambil kumainkan lidahku di glan batang
kemaluannya. Tak tahan dengan hisapan dan jilatan lidahku, Prast
akhirnya memuntahkan seluruh spermanya. Ditekannya kepalaku agar seluruh
batang kemaluannya masuk ke mulut, dan benar-benar menyentuh anak
tekakku. Kurasakan enam kali semburan keras diikuti beberapa kali
semburan kecil. Semua spermanya tertelan olehku. Aku hampir muntah
ketika batang kemaluannya menyentuh anak tekakku. Untung aku sudah agak
terbiasa dengan batang kemaluannya yang, menurutku, lumayan panjang.
Sebenarnya aku agak jijik kalau harus meminum spermanya. Tapi kali ini
apa boleh buat, ini juga tidak terhindarkan dan langsung masuk ke
tenggorokanku. Ketika itu akupun tidak terlalu merasakan jijik karena
sedang terbuai kenikmatan jari Prast yang dengan kerasnya menekan dan
memutar-mutar di klitorisku serta meremas bibir kemaluanku dengan
ganasnya. Perbuatannya memaksaku untuk mencapai orgasme kedua yang hanya
berbeda beberapa saat dengan saat Prast mencapai puncaknya.
Hari itu kami bangun agak telat, pada saat acara musik TV swasta yang
ditayangkan setiap jam 08.30 pagi sudah hampir usai. Kami nikmati hari
berdua saja dan hanya keluar rumah kost untuk membeli makanan. Mungkin
lain kali akan kuceritakan pengalaman lainnya yang tidak kalah
menariknya. Semoga yang satu ini mampu menghidupkan suasana di tempat
anda dan menjadi referensi anda bercinta atau sekedar bacaan iseng saja
jika senggang.